fashion wanita

Jumat, 25 Desember 2015

ASAL USUL PERAYAAN TAHUN BARU PARA PEMBACA HARUS TAU

”SORE hari sebelum Malam Tahun Baru tiba, suasananya luar biasa tenang,” kata Fernando, seorang dokter di Brasil. ”Kemudian, sekitar pukul 23.00, orang-orang mulai berdatangan—semakin banyak yang butuh perawatan karena luka tusukan atau tembakan, para remaja yang menjadi korban kecelakaan mobil, serta istri-istri yang babak-belur. Alkohol hampir selalu menjadi penyebabnya.”
Memperhatikan hal di atas, tidaklah mengejutkan bila sebuah jurnal di Brasil menyebut hari pertama tahun baru sebagai hari pemabukan internasional. Sebuah kantor berita di Eropa mengatakan bahwa ”Perayaan Tahun Baru merupakan pemuasan bagi hedonis (pencari kesenangan) tahunan”, dan menambahkan bahwa hal itu merupakan ”satu ronde lagi dalam pertarungan abadi antara manusia dan alkohol”.

Memang, tidak semua orang merayakan Tahun Baru dengan minum-minum berlebihan dan melakukan tindak kekerasan. Malah, banyak orang memiliki kenangan manis tentang peristiwa itu. ”Sebagai anak-anak, kami sangat menanti-nantikan Malam Tahun Baru,” kata Fernando, yang dikutip sebelumnya. ”Selalu ada banyak permainan, makanan, dan minuman ringan. Pada tengah malam kami akan saling peluk, cium, dan memberi salam ’Selamat Tahun Baru!’”
Demikian pula, banyak orang sekarang ini merasa bahwa mereka ikut serta dalam kemeriahan Tahun Baru tanpa melewati batas. Namun, orang Kristen hendaknya menyelidiki asal usul dan arti penting perayaan populer ini.

Kemeriahan Tahun Baru bukanlah hal baru. Inskripsi kuno memperlihatkan bahwa peristiwa itu diadakan di Babilon pada permulaan milenium ketiga SM. Pesta itu, yang dirayakan pada pertengahan bulan Maret, sangatlah penting. ”Saat itu, dewa Marduk memutuskan nasib bangsa itu untuk tahun berikutnya,” kata The World Book Encyclopedia. Perayaan tahun baru Babilon berlangsung selama 11 hari dan mencakup pemberian korban, pawai, serta ritus kesuburan.
Selama beberapa waktu, orang Romawi juga memulai tahun mereka pada bulan Maret. Tetapi, pada tahun 46 SM, Kaisar Yulius Caesar menetapkan bahwa tahun baru harus dimulai pada awal bulan Januari. Hari itu telah dibaktikan kepada Janus, dewa asal mula, dan yang sekarang juga menandai hari pertama tahun Romawi. Tanggalnya telah diubah, tetapi suasana ingar-bingarnya tetap ada. Pada awal bulan Januari, orang-orang ”menyerah kepada tingkah laku liar yang kelewat batas”, kata McClintock and Strong’s Cyclopedia, ”dan berbagai jenis takhayul yang tidak beradab”.
Bahkan dewasa ini, ritus yang bersifat takhayul masih berperan dalam kemeriahan Tahun Baru. Sebagai contoh, di beberapa daerah di Afrika Selatan, banyak orang menyambut Tahun Baru sambil berdiri hanya dengan kaki kanan. Yang lainnya membunyikan sirene dan meledakkan petasan. Menurut kebiasaan Ceko, Malam Tahun Baru merupakan saat untuk menikmati sup miju, sedangkan menurut tradisi Slovakia, orang-orang mesti meletakkan uang atau sisik ikan di bawah taplak meja. Ritus semacam itu, yang dirancang untuk menghalau kesialan dan menjamin kemakmuran, semata-mata melestarikan kepercayaan kuno bahwa pergantian tahun adalah saatnya untuk menentukan nasib.
Perayaan Tahun Baru. Tanggal dan kebiasaan yang berkaitan dengan perayaan Tahun Baru tidak sama di setiap negeri. Mengenai asal usul perayaan ini, The World Book Encyclopedia menyatakan, ”Penguasa Romawi Julius Caesar menetapkan tanggal 1 Januari sebagai Hari Tahun Baru pada tahun 46 SM. Orang-orang Romawi membaktikan hari ini kepada Janus, dewa dari gerbang-gerbang, pintu-pintu, dan awal mula. Bulan Januari disebut sesuai dengan nama Janus, yang mempunyai dua wajah—satu melihat ke depan dan satunya lagi melihat ke belakang.” Jadi, perayaan Tahun Baru didasarkan atas tradisi kafir.
"PERAYAAN TAHUN BARU DI DASARKAN DARI BUDAYA KEKAFIRAN "

Tidak ada komentar:

Posting Komentar